Newest Post
Archive for 2013
Wings
Light 1
~Prince Cerberus~
Ilustration
and story : Hime Bin-tan (Marsya Bintang P)
I
Pemuda
itu menggerakkan jari jemarinya kemudian perlahan dia membuka matanya, didepannya
terlihat seorang gadis yang sedang memandanginya dengan wajah cemas.
“Hei,
kamu baik-baik saja?” Tanyanya kepada pemuda itu. Dengan wajah bingung pemuda
itu melihat sekeliling ruangan tempatnya berada. Ruangan ini sedikit sempit,
dindingnya terbuat dari bambu sedangkan lantainya terbuat dari kayu, hanya ada
2 pintu dan 2 jendela disini. Pemuda itu kembali melihat gadis yang
disebelahnya dengan heran.
“Ini
dimana?” Tanya sang pemuda.
“Di
rumahku, aku menemukanmu terluka tak jauh dari sini,” kata gadis berkucir kuda
itu sambil tersenyum. Pemuda itu terlihat sedikit bingung, kemudian dia melihat
kedua lengannya yang diperban begitu juga dengan badannya. Saat dia beringsut
untuk duduk, dia merasa badannya begitu nyeri, dengan sedikit panik gadis itu
membantu pemuda untuk duduk.
“Seharusnya
tiduran saja, lukamu cukup parah.” Katanya cemas.
“Apa
yang aku lakukan sehingga aku menjadi begini?” Tanya pemuda heran.
“Mana aku tahu. Aku menemukanmu sudah babak belur
seperti itu,”
“Tapi
aku tidak ingat…”
“Tidak
perlu memaksakan diri, nanti juga kamu pasti ingat. Oh iya, namaku Zane, senang
berkenalan denganmu. Lalu, siapa namamu?” Tanya Zane sambil tersenyum. Pemuda
itu melirik kekanan dan kekiri dengan wajah bingung. Zane memasukkan kain kecil
kedalam baskom yang berisi air, kemudian diperasnya kain itu hingga kainnya
tidak terlalu basah. Tanpa memandang sang pemuda dia memegang lengan pemuda itu
sambil membersihkan tanah yang menempel dikulit pemuda, kemudian Zane pun
bertanya lagi, “siapa namamu?”
“Nama…
Namaku?” kata Pemuda sedikit bingung.
“Iya
nama,”
“Namaku…
Siapa ya?” Terlepaslah kain yang dipegang Zane. Buru-buru dia mengambilnya
kembali dari lantai.
“Apa
maksudmu?” Tanya Zane bingung.
“Aku
tidak tahu namaku.” Kata pemuda itu lalu tertawa kecil.
“Heeee…
Bagaimana bisa? Kamu amnesia?!” Teriak Zane panik. Tapi didetik lain Zane
terdiam sambil memandang pemuda itu dengan cermat. “Tunggu dulu, sepertinya
sebelumnya aku pernah melihatmu… Tapi dimana ya…”
“Apakah namaku amnesia? Jelek sekali…”
“Hah?
B-Bukan! Amnesia itu hilang ingatan. Ya kamu pasti hilang ingatan karena namamu
saja kamu lupa!” Kemudian dia melihat pemuda itu lebih dekat. Pemuda itu
sedikit terpesona melihat kecantikan Zane dari dekat.
“Dimana
ya kita pernah bertemu…” kata Zane berpikir keras, kemudian dia pun tersadar bahwa
dia dan pemuda itu duduk dengan jarak yang begitu dekat ditambah pula pemuda
itu memandang Zane dengan terpesona. Zane pun terkejut dan mundur agak jauh
darinya, “Um… Sebaiknya aku cari makan dulu ya… mungkin nanti aku bisa ingat
siapa kamu… Kamu bisa kan membersihkan badanmu sendiri? Maaf ya… Aku pergi
dulu…” Kata Zane lalu cepat-cepat keluar
dari rumahnya meninggalkan pemuda itu. Zane berjalan menuju kebunnya dengan
bingung, lalu seekor burung kecil hinggap dibahunya.
“Oh…
Light,” sapa Zane dengan gembira karena burung peliharaanya yang bertubuh
kuning dan sayap warna-warni yang bernama Light datang pada saat yang tepat, “bisakah
kamu membantuku untuk membeli 3 potong roti, obat dan baju untuk
laki-laki?”Tanya Zane kepada Light, Light pun mengangguk. Zane pun tersenyum
lalu diberikannya beberapa lembar uang gold kepadanya.
“Krkrrrrkr(Jadi
hari ini kita tidak jadi makan ikan?)” Tanya Light.
“Maaf…
Besok ya? Aku harus merawat pemuda itu dulu…Jika besok pemuda itu sudah sembuh
kita bisa menangkap ikan bersama-sama!”
“Kr…(Ya
sudah…)”Kata Light agak ketus, Light pun segera terbang dan pergi. Zane pun
menghela nafas kemudian dia melihat apel merah menggiurkan yang berada diatas
pohon, perlahan akar-akar pohon yang ada diatas mendekat menuju Zane, dengan
mudah Zane pun memetik apel yang ranum itu.
“Terima
kasih,” Kata Zane, dengan malu-malu akar pohon itu pun naik kembali ke atas.
Buah sudah, roti, obat dan baju tinggal tunggu Light, pikir Zane. Dan sekarang
adalah tinggal mengingat siapa nama pemuda itu. Tidak ada clue lain selain
wajah pemuda itu karena sewaktu Zane menemukannya pemuda itu hanya mengenakan
celana panjangnya. Zane menghela nafas panjang, sebenarnya dia malas untuk
mengingat kejadian masa lalu namun Zane yakin bahwa pemuda itu bukan warga
biasa. Zane duduk dibawah pohon dan menyenderkan kepalanya ke batang pohon
dengan lesu, kemudian daun pohon itu melambai membentuk seperti kipas dan
dengan lembut mulai mengipasi Zane. Zane merasa mengantuk dibuatnya tapi suara
Light membuatnya terjaga lagi. “Wah… Kamu cepat sekali,” Zane mengambil kantong
plastik yang berada dikaki Light.
“KrKrkrrr…(Lihat
koran yang tadi aku dapatkan)” Zane pun melihat isi dari kantong plastik yang
ada didalamnya. Isinya ada baju, roti, obat, uang kembalian dan koran. Zane
melihat isi koran itu dan dia pun terkejut.
Braak!!
Pintu terbuka dengan keras dan itu membuat pemuda yang sedang tertidur pun
terbangun.
“A-Apa?
Ada kebakaran?” Tanya pemuda panik sedikit linglung maklum baru bangun tidur.
“Maaf…”
Kata Zane, “Tapi akhirnya aku tahu namamu!” Zane duduk disebelah dan melihat
pemuda itu dengan seksama. “Aku ingat wajahmu tapi karena melihat pengumuman
yang ada dikoran sekarang aku tahu namamu, namamu adalah Dylan Akira Koraru!”
kata Zane bersemangat.
“Dylan…
apa?”
“Dylan
Akira Koraru!”
“Panjang
sekali namaku…”
“Krkr!
(Hei apa kamu yakin? Bukankah dikoran tertulis Dylan sudah mati?)”
“He…
Burung apa ini? Kenapa aku bisa mengerti perkataanya?”
“Dia
temanku namanya Light, dia memang unik.”
“Krrrr…
(Kamu belum jawab pertanyaanku)”
“Oh
maaf… Mungkin memang dikoran ini bertulis begitu, tapi belum tentu berita itu
benar! Aku juga yakin dia bernama Dylan karena dulu aku pernah bertemu
dengannya di ra...”cepat-cepat Zane
menutup mulutnya, dia hampir kelepasan bicara sesuatu yang tidak boleh dia katakana
pada orang lain. “Um… Intinya aku pernah bertemu denganmu dulu jadi salam kenal
ya Dylan,” kata Zane tersenyum.
“Senang
bertemu denganmu Zane,” Kata Dylan sambil menarik tangannya dan menjabat
tangannya. Wajah Zane pun memerah, cepat-cepat Light mematok tangan Dylan
dengan keras.
“Hei!”
pekik Dylan kesakitan.
“Maafkan
Light dia memang awalnya tidak suka dengan orang baru, tapi aku yakin lama-lama
kalian akan akrab. Nah Dylan, pakailah baju yang ada didalam plastik itu supaya
kamu tidak masuk angin. Aku akan siapkan makan malam”
***
Selang
beberapa menit kemudian, Dylan memanggil Zane yang sedang memasak air.
“Hei
Zane, bagaimana bajuku?” Tanya Dylan sambil memperlihatkan baju yang ia
kenakan.
“Uwah… cocok sekali, Light memang pintar memilihkan baju ya!” Kata Zane senang, Light pun terbang dan bertengger dikepala Zane.
“Krkr…Kr.(Soalnya
itu adalah baju yang paling murah ditoko baju, sepertinya barang murahan memang
cocok untukmu)” Kata Light meledek, Dylan pun merasa sedikit kesal dan dia
balas meledek.
“Bukan
seperti itu, tapi semua baju baik murah maupun mahal itu cocok untukku tahu!”
“Hei
sudah kalian berdua! Cepat duduk karena makan malam sudah siap!”
Mereka
bertiga pun makan dengan lahap, mereka saling bercanda dan tertawa bersama
walaupun Dylan dan Light masih terlihat belum akur,
“Kenapa
gadis cantik sepertimu tinggal dihutan sendirian? Apakah kamu seorang tarzan?”
Tanya Dylan sambil mengunyah apel.
“Tentu
saja aku bukan tarzan, aku disini karena aku kabur dari rumah. Sekitar 2 tahun
lalu… Aku kabur karena setelah ibu meninggal ayahku menikah lagi dan dia
menikahi wanita yang salah. Aku memutuskan untuk kabur, kekanak-kanakan kan
menurutmu? Tapi itulah pilihanku, aku juga lebih suka tinggal dihutan ini dan
aku tidak mau kembali kerumah.”
“Ayahmu pasti mencarimu…”
“Aku
tidak tahu dan aku tidak peduli, karena selama 2 tahun ini aku belum pernah
kekota lagi, biasanya untuk kekota aku menyuruh Light.” Zane terdiam sesaat
begitu juga dengan Dylan dan Light sehingga suasana menjadi dingin.
“Omong-omong
apa kamu tahu sesuatu tentang diriku?” Kata Dylan akhirnya memulai lagi
pembicaraan.
“Aku
tidak begitu tahu tentang kamu, yang aku tahu pasti kamu adalah pangeran dari
Kerajaan Aquamarine. Karena itu… Jika lukamu sudah sembuh, aku akan membawamu pulang…”
Kata Zane lalu tersenyum sedih, entah mengapa dia tersenyum seperti itu Dylan
sendiri tidak begitu mengerti.
“Tapi untuk apa aku kembali jika aku tidak ingat
apa-apa…”
“Aku
yakin ingatanmu pasti kembali,” kata Zane meyakinkan.
“Hm...
Hei Ceritakan lagi tentang dirimu,” Kata Dylan bersemangat.
“C-Cerita
apa?” Kata Zane sedikit gugup.
“Misalnya
umurmu…”
“Umurku
17 tahun,” Kata Zane cepat-cepat.
“Mungkin
umurku juga 17 juga ya…”Kata Dylan berharap.
“Aku
pikir juga begitu, sebaiknya kita tidur dulu, lanjutkan besok ya. Lihat Light
sudah tidur.” Kata Zane sambil membelai kepala Light yang tertidur dipangkuan
Zane.
“Jadi…
Apakah aku akan tidur dipangkuanmu juga?” Tanya Dylan sambil tersenum jahil.
“Tentu
saja tidak,” Zane pun cemberut dengan wajah yang sedikit memerah. Diturunkannya
Light diatas lantai lalu dia berjalan mendekati jendela kemudian mengulurkan
tangannya. Tiba-tiba daun yang cukup besar keluar dari jendela itu dan Zane
memberikannya kepada Dylan.
“Ini
adalah selimut daun, kamu akan merasa nyaman dan hangat. Kamu juga tidak perlu
khawatir masuk angin karena tidur dilantai karena lantai ini pun hangat.” Zane
mengambil dua selimut daun lagi yang satu sebesar yang diberikan Dylan dan yang
satunya lagi kecil kemudian Zane tidur disebelah Light.
“Kamu
hebat, Zane! Bagaimana kamu bisa melakukan ini semua?” Tanya Dylan takjub.
“Dengan
sihir kamu bisa melakukan apa saja, tapi kamu harus mempelajari tata tertib
menggunakan sihir agar tidak merusak lingkungan juga.”
“Kalau
begitu ajari aku ya besok!”
“Kalau
kamu sudah sembuh…”
***
Langit
yang cerah menyapa keesokan harinya, dengan penuh semangat Light terbang dan
mengitari keliling depan rumah Zane.
“Nah
ayo kita cari ikan!” Kata Zane bersemangat disambut penuh semngat juga oleh
Light. Dylan pun tersenyum melihat mereka berdua. Hari ini Dylan boleh ikut
dengan mereka walaupun tidak boleh terlalu banyak bergerak. Mereka pun berjalan
menuju sungai didekat rumah Zane. Sungainya sangat bening dan banyak ikan
didalamnya, beberapa ikan pun ada yang bisa melompat.
“Wow!
Ikannya montok-montok. Hei mana alat pancingnya?” Dylan menjadi semangat karena
melihat ikan yang besar.
“Kita tidak perlu pancingan, soalnya…” Zane mengulurkan tangan kirinya lalu air dari sungai mengalir dan menjalar ke tangan kiri Zane. Lama kelamaan tangan kiri Zane mulai membeku dan membentuk sebuah pedang. “Dengan pedang ini aku bisa lebih cepat menangkap ikan” sambung Zane lagi.
“Wow!
Hebat!” Puji Dylan. Zane pun berancang-ancang menunggu ikan yang sedang
melompat. Tak lama kemudian ada satu ikan yang cukup besar melompat dari
sungai, Dengan cepat Zane menancapkan pedangnya tepat dibelahan leher ikan
namun tidak sampai membelah dan melemparkannya ke tanah.
“Nah
kamu harus cepat melemparkan ke tanah agar darahnya tidak bercecer ke sungai.
Ini salah satu cara agar tidak merusak lingkungan.” Kata Zane yang tampak
seperti seorang guru yang sedang mengajar muridnya yaitu Dylan, Dylan
manggut-manggut.
“Bolehkah
aku mencoba?” Tanya Dylan dengan mata penuh harap.
“Tidak
boleh. Lukamu belum sembuh,” kata Zane tegas. Dylan hanya cemberut. Zane pun
kembali mengambil beberapa ikan lagi, sedangkan Dylan mulai dihinggap rasa
bosan dan keingintahuan. Dylan ingin mencoba menangkap ikan juga, kemudian
Dylan melihat kesekeliling hutan ini. Hanya ada pohon dan sungai disekitar sini, namun mata Dylan
tertuju pada ranting pohon yang cukup panjang dibawahnya. Tanpa berpikir
panjang Dylan pun mengambilnya dan pikiran jahil mulai menghinggapnya.
Didekatinya Zane yang masih sedang menunggu ikan yang berloncatan kemudian dia
pun melihat kebawah sungai. Ikannya banyak hanya saja Zane hanya mau menangkap
ikan yang loncat.
“Zane,
aku akan membantumu,”Dylan
berkata
sambil mengacungkan jempolnya dan tersenyum nakal.
“Hei,
sudah kubilang kamu-” Tanpa mempedulikan kata-kata Zane, Dylan pun mengayunkan
ranting didekat air sehingga air yang disungai pun muncrat dan salah satu ikan
terbawa air itu. Refleks Zane langsung menancapkan pedangnya ke ikan dan
melemparkannya ketanah. “Itu mendadak sekali, Dylan…” Zane sedikit kesal, tapi
ketika melihat Dylan yang sedang merintih memegang lengannya, kekesalan Zane
langsung surut.
***
Ketika
luka Dylan yang terbuka sudah disembuhkan oleh Zane, kekesalan Zane pun
membludak lagi. Dylan hanya tertunduk lesu dan mendengar nasehat-nasehat Zane
yang panjang.
“Bukankah
kamu tadi bisa menyembuhkanku dengan sihirmu? Aku luka beberapa kali pun tak
masalah kan?”Gurau
Dylan berusaha untuk mencairkan suasana.
“Menggunakan
sihir penyembuhan itu melelahkan! Apalagi kamu terluka karena hal sepele seperti
itu, sangat mengesalkan!”
“Maaf…”
Dylan tertunduk lesu sambil memainkan jemarinya. Zane menghela nafas panjang.
Dia pun berjalan kedapur dan mengambil segelas air mineral dan meneguknya
sampai habis. Dia merasa perasaanya sedikit lebih tenang. Seharusnya Zane tidak
perlu semarah itu, bukankah karena Dylan kini hidupnya jadi tidak membosankan.
Bergaul dengan hewan dan tumbuhan memang menyenangkan tapi bergaul dengan
manusia tetntu saja beda rasanya. Sudah lama memang dia tidak bercakap dengan
sesama manusia. Dan manusia memiliki akal yang tentu saja berbeda dengan hewan
dan tumbuhan. Dylan memang tidak penurut tapi bagaimana dia mau menurut dengan
Zane. Ibu bukan, saudara bukan. Jadi mau tidak mau Zane harus kembali
beradaptasi dengan manusia kembali. Zane menatap Dylan dan pada saat yang sama
Dylan pun juga sedang menatapnya. Cepat-cepat Dylan menundukkan kepalanya
dengan takut, takut dimarahi Zane lagi. Kemudian Zane berjalan dan duduk
disebelah Dylan,
“Hei,
apa benar kamu seorang pangeran? Saat aku pertama kali melihatmu disuatu tempat
kupikir kamu orang yang cool, ternyata kamu sangat kekanakan. Atau sifatmu
berubah karena terkena amnesia?” Gurau
Zane sambil tertawa kecil,
“Sayangnya
aku tidak ingat,” kata Dylan, sebenarnya dia ingin membalas kelakar Zane tapi
Dylan masih takut jika kelakarnya malah akan membuat Zane marah.
“Maaf tadi aku terlalu keras denganmu.
Sebaiknya kita makan malam dulu yuk, kupikir Light sudah selesai membakar ikan.”
Beberapa detik kemudian, bau ikan bakar pun mulai menyeruak. Dylan pun langsung
lari kegirangan ketempat bakaran ikan seperti sudah lupa jika tadi baru saja
dimarahi. Zane pun hanya terseyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.
***
Dalam
seminggu luka Dylan sudah sembuh dengan sempurna dan sesuai janji, Zane pun
mengajarkan Dylan untuk menagkap ikan, ditambah mengajarkan cara menggunakan
pedang dan cara mengeluarkan sihir. Zane memberikan Phoenix Sword kepada Dylan,
pedang itu sebenarnya untuk jaga-jaga kalau sihir Zane habis. Tapi Zane tak
sungkan memberikan itu ke Dylan. Apalagi melihat kemajuan pesat teknik
berpedang Dylan, Zane pun yakin walaupun Dylan amnesia tapi tubuhnya masih
mengingat teknik pedang milik keluarga Aquamarine. Hubungan mereka pun juga
semakin dekat, sempat terbesit dipikiran Zane untuk memulangkan Dylan tapi
ketika melihat betapa tekunnya Dylan belajar menggunakan sihir padahal dia
tidak memiliki darah mage, Zane merasa tidak tega memulangkan Dylan dan juga
jika Zane memulangkannya Zane pasti merasa kesepian. Sebulan berlalu, Dylan
sudah sangat pandai menggunakan pedang bagaikan ahli, walaupun sihirnya dia
masih tidak begitu bisa menggunakannya. Bukan hanya itu, Dylan juga mulai
menanyakan asal-usul Zane, awalnya Zane masih bisa untuk menyembunyikan namun
Dylan semakin agresif untuk menanyakan. Akhirnya Zane pun mau menceritakan
asal-usulnya kepada Dylan dengan satu syarat,
“Aku
akan menceritakan asal-usulku, selesai aku bercerita kamu harus menuruti apa
pun yang aku minta.” Kata Zane dengan nada serius.
“Ok!”
Kata Dylan dengan nada serius juga namun sedikit dibuat-buat. Kemudian Zane
menghirup nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan perlahan.
“Namaku
Zane Cecilia Tetra, ayahku bernama Kio Tetra dan ibuku bernama Kate Rachelia.
Aku tinggal di… Kerajaan Ruby…”
“Jadi
kamu seorang putri?” Tanya Dylan dijawab Zane dengan anggukan.
“Karena
itu aku tahu kamu karena kita pernah bertemu di rapat antar kerajaan… Lalu… awalnya aku hidup bahagia menjadi putri
sampai ketika ibuku sakit kemudian meninggal… Aku tidak tahu kenapa ibuku meninggal,
padahal aku selalu merawatnya dengan baik ketika dia sakit… Lalu ayahku pun
menikah lagi dengan pembantu kerajaan… Ah aku tidak mau menyebutkan namanya,
pokonya setelah dia menjadi ibu baruku dia sangat boros dan terkadang akan
meningkatkan pajak untungnya aku berhasil membujuk ayah untuk tidak menaikkan
pajak agar rakyat tidak sengsara, kemudian dia mulai berlaku jahat padaku. Dari
mengambil semua tanbunganku sampai terkadang mengambil barang yang ada
dikamarku… Terkadang aku berpikit, apakah dia yang membunuh ibu? Tapi aku tidak
pernah tahu karena aku tidak punya bukti. Lalu sampai suatu saat dia
mempermalukanku didepan keluarga kerajaan Ruby. Aku pun kabur hanya dengan
membawa baju seadanya dan pedang yang kuberikan padamu. Aku memutuskan untuk pergi
kehutan ini, hutan Lost. Katanya jika kamu kehutan ini kamu tidak akan bisa
kembali. Karena itu aku kesini, mungkin aku bisa mati jika aku pergi kesini
tapi ternyata tidak karena aku bertemu dengan Light… Pertama kali bertemu
justru aku yang kasar dengannya, tapi dia tetap baik kepadaku. Akhirnya aku
memutuskan untuk tinggal dihutan ini dan hingga 2 tahun pun berlalu.” Mata Zane
berkaca-kaca, namun dia tersenyum dan menatap Dylan. “Aku memang tidak berguna
ya…”
“Tidak,
kamu sudah membantuku sejauh ini. Kamu sangat berguna untukku, kudenngar dari
Light kamu pernah membantu seseorang yang tersesat dihutan ini untuk keluar
dari hutan. Begitu juga dengan hewan dan tumbuhan yang ada disini, kamu rawat
mereka dengan sepenuh hati. Kamu itu sangat berguna hidup didunia ini!” Kata
Dylan meyakinkan dengan tegas, wajah Zane merona dan air mata Zane pun menitik,
“Terima
kasih…” Dylan memeluk Zane dengan
lembut, dan tangis Zane pun pecah. Setelah tangis Zane reda, dia melepas
pelukan Dylan kemudian menatap Dylan dalam-dalam. “Sekarang kamu harus menuruti
permintaanku,” Kata Zane.
“Tentu,”
Kata Dylan tersenyum sambil membersihkan air mata Zane.
“Dylan,
pulanglah…”
“Apa
maksudmu? Disini rumahku, rumah kita juga.”
“Disini
bukan rumahmu, rumahmu dikerajaan Aquamarine.”
“Jadi
aku disini masih kamu anggap sebagai penumpang?” Tanya Dylan sedikit kesal.
“Bukan
itu maksudku…” Kata Zane merasa bersalah, “Aku yakin Keluargamu akan senang
kamu kembali…”
“Mereka
sudah menganggapku mati, bukankah mereka akan takut dikira aku bangkit dari
kubur?”
“Tapi
mereka pasti mengerti jika kamu kembali dan menjelaskan, aku juga akan
membantumu kesana.”
“Baik!”
Kata Dylan dengan tegas dan sedikit keras, Zane pun kaget karena Dylan sangat
berbeda dengan Dylan yang biasanya suka bercanda. “Kalau kamu menyuruhku
pulang, maka kamu harus pulang juga…” Dylan merasa hatinya sangat sakit,
ditatapnya Zane seksama dan dipeluknya lagi gadis itu. “Sudah cukup kita berada
disini. Kita harus kembali menerima kenyataan. Dan ketika aku sudah disana, aku
akan selalu mengingat kebersamaan kita disini.” Kata Dylan matanya pun
berkaca-kaca, begitu juga dengan Zane.
bersambung...